Friday, January 16, 2009

(merincorp) Ketika tim "pemberesan" bank merincorp bekerja

Oleh : GE Soewarno
Kontributor: Tri Wibiyanto, Oji, Iman

JAKARTA (Investigator) : Untuk menangani kasus likuidasi Bank Merincorp, manajemen Bank Mandiri membentuk Tim ‘Pemberesan’. Dokumen yang diperoleh Investigator menunjukkan, Tim juga menyimpulkan proses likuidasi ini bopeng-bopeng, banyak penyimpangan.

Tim di bawah komando Ibnu Mangkusubroto. Sebelum pensiun, Ibnu menjabat sebagai salah satu Direktur di Bank Syariah Mandiri (BSM), anak usaha Bank Mandiri. Satu saat, konflik antara Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo dan Ibnu terjadi. Apa yang terjadi saat itu? Sumber Investigator di kalangan Bank Mandiri menuturkan begini;

Ibnu sempat menjadikan kasus likuidasi Bank Merincorp sebagai senjata pamungkasnya. Masih menurut sumber itu, Ibnu sempat membisiki Agus Marto bahwa,”KPK mulai bertanya soal Merincorp.”

Sayang, baik Agus Marto maupun Ibnu lebih suka bungkam ketika ditanya soal itu. Ibnu tidak menjawab telpon dan SMS yang investigator kirim. Sementara, Agus yang dicegat dalam satu acara pameran menolak berkomentar. ”Saya sibuk,” tandas Agus sambil bergegas ke mobilnya.

Dokumen yang diperoleh Investigator, pada bagian-bagian tertentu akan ditampilkan secara utuh. Ini agar publik berkesempatan untuk menilai sendiri, apa yang terjadi dengan likuidasi Bank Merincorp di internal manajemen Bank Mandiri. Hasil kajian Tim yang dinahkodai Kadiv. IB-FI Iskandar Zulkarnain, –Sekarang Iskandar adalah Direktur Keuangan Bulog– dan Kadiv. CCC Roy A Ilham, yang tertuang dalam Nota No. CRF/072-CL/1999 tertanggal 23 Desember 1999.

Dokumen itu didahului dengan penjelasan berikut; Dalam rangka rekapitulasi PT Bank Merincorp (BM) salah satu hal yang perlu ditindaklanjuti adalah reroute pinjaman sebesar USD30 juta dari The Sumitomo Bank Limited, Japan (SBL) yang semula diberikan langsung kepada BM menjadi melalui PT Bank Mandiri. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan analisis mengenai penyedia kredit SBL tersebut dari Bank Mandiri kepada BM. Dengan ini kami sampaikan pembahasan kami sebagai berikut:

Kemudian dalam kata pendahuluannya, tim kajian itu menyebut hal-hal berikut; Pertama, PT Bank Merincorp (BM) adalah salah satu anak perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) yang pada saat ini sahamnya dimiliki melalui PT Pengelola Investama Mandiri (PIM). Sebelumnya BM merupakan anak perusahaan eks legacy Bank Exim dengan kepemilikan sebesar Rp37 miliar (74%) sementara sisanya sebesar Rp13 miliar (26%) dimiliki oleh The Sumitomo Bank Limited, Japan (SBL).

Kedua, Krisis yang melanda Indonesia mulai tahun 1997 memberikan pengaruh memburuknya kondisi BM sebagaimana kondisi perbankan di Indonesia. Berdasarkan financial review Bank Indonesia tanggal 16 Nopember 1998 (posisi Maret 1998 dengan subsequen event sampai dengan akhir Oktober 1998), BM termasuk dalam kategori B dengan CAR sebesar -22,71% sehingga wajib mengikuti program rekapitalisasi. Rasio CAR ini semakin memburuk karena per 31 Desember 1998 rasio tersebut menjadi sebesar -31,14% sehingga BM memerlukan tambahan modal sebesar Rp336.879,4 juta untuk mencapai CAR 4%.

Ketiga, sesuai dengan surat dari Yasuji Sumitomo, GM SBL tanggal 25 Februari 1999 yang menegaskan hasil pertemuan antara Yasuji Sumitomo dengan Robby Djohan pada hari yang sama, pada intinya menyatakan hasil pertemuan tersebut sebagai berikut: Pertama, Bank Exim akan mengambil alih 26% saham milik SBL yang akan menjadikan BM 100% anak perusahaan Bank Exim. Kedua, penentuan harga saham tersebut ditetapkan berdasarkan prosentase kepemilikan SBL dikalikan dengan nilai net worth sehingga nilainya sebesar US$1. Ketiga, pinjaman SBL kepada BM sebesar US$30 juta ke Bank Exim/Bank Mandiri menjadi medium atau long term loan. Sementara penempatan Bank Exim sebesar US$40 juta akan dikonversi menjadi penambahan modal disetor. Keempat, SBL akan mengupayakan negosiasi dengan Tokai Bank dan Sakura Bank untuk memperpanjang pinjaman kepada BM. dan kelima, Robby Djohan selaku Direktur Utama Bank Mandiri akan menyampaikan kepada BI komitmen untuk mengupayakan agar BM tetap going concern dan tidak termasuk bank yang akan dilikuidasi.

Keempat, pPada 23 April 1999 diselenggarakan pertemuan Dewan Komisaris dan Direksi Bank Exim yang dihadiri oleh Robby Djohan, Binhadi dan Direksi Bank Exim yang memutuskan hal-hal sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan minimum CAR 4% BM dengan cara:
- Konversi money market Bank Exim untuk bantuan likuiditas BM sebesar Rp299 miliar
- Konversi pinjaman valuta asing antar bank sebesar USD40 juta dengan kurs Rp8.700 atau ekuivalen Rp348 miliar.
- Konversi pinjaman ex-Subordinated loan sebesar Rp1,53 miliar.
b. Bank Exim agar menyusun usulan kepada SBL untuk merestruktur pinjaman BM kepada SBL sehingga terms and conditions-nya dapat menunjang restrukturisasi Bank Exim terhadap BM.

Kelima, rekapitalisasi BM telah dilaksanakan pada tanggal 23 April 1999 yaitu Bank Exim sebagai pemegang saham 74% menambah setoran modal sebesar Rp648,53 miliar untuk memenuhi CAR minimum sebesar 4%. Sebagai bagian dari rekapitalisasi dan sesuai dengan kesepakatan pemegang saham (stakeholders agreement) SBL sebagai pemegang saham 26% tidak melakukan penyetoran tambahan modal, namun menjual sahamnya sebesar Rp13 miliar yang dinilai sebesar US$1 kepada Bank Exim. Di samping itu, SBL mengalihkan pinjaman sebesar US$30 juta yang semula diberikan langsung kepada BM menjadi pinjaman yang disalurkan melalui Bank Exim (dan selanjutnya setelah merger melalui Bank Mandiri) dengan jangka waktu 10 tahun dengan persyaratan yang lunak.

Keenam, pada 23 September 1999 telah ditandatangani Novation and Supplemental Agreement oleh tiga pihak yaitu The Sumitomo Bank Limited Singapore Branch, PT Bank Merincorp, dan PT Bank Mandiri (Persero). Dengan adanya perjanjian novasi tersebut, Bank Mandiri terhitung sejak tanggal tersebut mengambil alih dari Bank Merincorp semua kewajiban dalam masing-masing loan agreement atas Bank Merincorp sejak tanggal novasi tersebut.

Tim, kemudian merumuskan tiga masalah hasil kajian sebagai berikut; Pertama, sejak penandatanganan perjanjian novasi kredit sebesar US$30 juta oleh ketiga pihak pada 23 September 1999, Bank Mandiri mengambil alih peran SBL sebagai lender kepada BM dan sekaligus peran BM sebagai borrower kepada SBL. Kedua, perjanjian novasi kredit tersebut seharusnya langsung diikuti dengan penandatanganan perjanjian kredit Bank Mandiri kepada BM sebagai dasar hukum yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak sejak tanggal penandatanganan perjanjian novasi kredit tersebut. Dan Ketiga, dalam rangka penyelesaian aspek-aspek dalam perjanjian kredit Bank Mandiri kepada BM, mengingat BM adalah bank (lembaga keuangan) maka sesuai dengan ketentuan dalam credit policy perlu dicover dengan pemberian kredit line dalam bentuk fasilitas kredit/loan dari Bank Mandiri kepada BM.

Dalam pembahasannya, Tim kemudian menganalisis beberapa bagian kebijakan likuidasi itu. Pada analisis keuangan, Total Net Worth BM per 30 Juni 1999 positif sebesar Rp51,55 miliar. CAR BM yang per 31 Desember 1998 masih negatif 30,99% namun per 30 Juni 1999 CAR telah positif 10,75% atau tergolong Sehat. Sementara, total Asset BM pada tahun 1998 naik sebesar 6,22% dibandingkan tahun 1997. kenaikan total asset pada tahun 1998 disebabkan adanya kenaikan kredit sebesar Rp360,5 miliar atau 63%.

Berdasarkan laporan keuangan publikasi per 30 Juni 1999 (unaudited) aktiva produktif yang tergolong diragukan dan macet besarnya Rp37,5 miliar atau 6,8%. Rasio tersebut menunjukkan bahwa per 30 Juni 1999 Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dinilai dari Aktiva Produktif yang diklasifikasikan tergolong Kurang Sehat. Sedangkan ditinjau dari cadangan aktiva produktif yang wajib dibentuk rasionya sebesar 100% atau tergolong Sehat.

Sementara pada aspek ROE dan ROA, pada 1998 masing-masing adalah negatif 116,9% dan negatif 52,3%, sedangkan dalam tahun 1999 ROE dan ROA (setelah disetahunkan/annualized) masih negatif, masing-masing rasio adalah negatif 1.154,23% dan negatif 158,42%. Besarnya rasio ROA yang negatif tersebut Tim menyimpulkan rentabilitas BM ditinjau dari ROA tergolong Tidak Sehat.

Rasio efisiensi yaitu Operating Expenses to Operating Income pada tahun 1998 besarnya 322,6% atau tergolong Tidak Sehat dan sampai dengan 30 Juni 1999 besarnya rasio adalah 1.268% atau tergolong Tidak Sehat. Tim menilai, adanya suntikan modal dari Bank Exim pada bulan April 1999, sedikit membantu likuiditas Bank Merincorp. Hal ini terlihat pada rasio interbank asset to interbank liabilities per 30 Juni 1999 sebesar 1.035%. namun jika dilihat dari LDR yang besarnya 520,31% mencerminkan likuiditas BM tergolong Tidak Sehat.

Tim juga menganalisis, dampak dari fasilitas kredit kepada BM, sebagai berikut; Pertama, dengan adanya pengalihan, utang kepada SBL yang sebelumnya adalah kewajiban BM menjadi kewajiban Bank Mandiri dan risiko BM diambil alih oleh Bank Mandiri. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan adanya fasilitas kredit (Loan) kepada BM.

Kedua, salah satu dasar keputusan untuk pemberian kredit adalah kondisi keuangan bank yang bersangkutan. Saat ini kondisi keuangan BM tergolong Kurang Sehat, hal ini terlihat dari beberapa key ratio seperti ROA dan ROE yang negatif, kemudian rasio Operating Exp. To Operating Income dan LDR tergolong Tidak Sehat. Namun CAR dan rasio Interbank BM per 30 Juni 1999 tergolong Sehat. Sedangkan KAP per 30 Juni 1999 tergolong Kurang Sehat. Dan ketiga, berdasarkan hasil FIRSS terlihat scoring BM adalah tergolong dalam Sub Investment Grade dengan score 121 atau rating all/Substansial Risk sehingga berdasarkan formula perhitungan credit limit yang dapat diberikan maksimum hanya sebesar Rp3 miliar (FIRSS, FICR dan CLC terlampir).

Tim menilai ada beberapa risiko yang bakal menjadi beban Bank Mandiri; Pertama, risiko Bank Mandiri dengan adanya transaksi novasi kredit ini antara lain: Kewajiban kepada pihak luar (SBL) menjadi kewajiban dan tanggung jawab Bank Mandiri dan Reroute menempatkan dana pada BM yang kondisi keuangan Kurang sehat dan dalam limit yang terlalu tinggi. Kedua, risiko kemungkinan terjadi pelanggaran BMPK (SE BI No. 31/177/KEP/DIR tanggal 31 Desember 1998 bahwa BMPK kepada anak perusahaan atau pihak terkait maksimum 10% modal bank) mengingat kondisi Bank Mandiri saat ini, kecenderungan penurunan modal mungkin terjadi.

***Aspek Hukum***
Lalu, bagaimana Tim menilai dari aspek hukum? Begini; Ditinjau dari aspek hukum, saat ini posisi Bank Mandiri sangat lemah, hal ini disebabkan:
Pertama, meskipun novasi kredit telah ditandatangani dan efektif sejak 27 September 1999 akan tetapi tidak dibarengi dengan perjanjian kredit pemberian fasilitas kredit kepada BM, sehingga hutang Bank Mandiri kepada SBL sebesar USD30 juta tidak terbukukan menjadi piutang Bank Mandiri. Kedua, fasilitas yang akan diberikan kepada BM adalah fasilitas kredit atau loan yang bersifat committed dan mengikat. Ketiga, apabila telah tersedia perjanjian kredit, maka secara legal Bank Mandiri mempunyai hak penagihan kredit kepada BM.

Tim kemudian menyimpulkan hasil kajiannya sebagai berikut; Pertama, penyediaan fasilitas kredit Bank Mandiri kepada BM adalah semata-mata mengadakan tertib administrasi terhadap pengalihan fasilitas SBL kepada BM yang merupakan kelanjutan dari kesepakatan pemegang saham BM (eks legacy Bank Exim dan SBL), karena sampai saat ini fasilitas tersebut belum terbuku karena belum adanya perjanjian kredit antara Bank Mandiri dan BM. Kedua, meskipun hanya merupakan reroute tidak tertutup kemungkinan Bank Mandiri mengambil margin atas bunga kredit. Terms and conditions Bank Mandiri kepada BM kemungkinan sama seperti terms and conditions SBL kepada Bank Mandiri, tetapi bisa juga berbeda khususnya dalam tingkat bunga.

Kemudian, Tim mengusulkan hal-hal berikut; Pertama, perjanjian novasi antara Bank Mandiri dan SBL, maka perjanjian kredit ke BM harus diselesaikan dan diefektifkan. Kedua, untuk tertib administrasi agar piutang kepada BM atas dialihkannya hutang dari SBL kepada Bank Mandiri menjadi tercatat dengan tertib, maka harus dibuat perjanjian kredit antara Bank Mandiri dan BM.

***Dokumen Lain***
Dari Dokumen lain, Investigator menemukan jejak bagaimana Bank Mandiri tidak hanya mencoba ‘membereskan’ skandal ini memalui pendekatan Adminstratif, tapi juga membentuk ‘Tim Khusus’ untuk melakukan ‘Pendekatan’ kepada sejumlah penyidik….