Friday, January 16, 2009

(merincorp) Sampai Kapan Mereka Tetap Bungkam?

oleh : GE Soewarno
Kontributor: Tri Wibiyanto, Oji, Iman

JAKARTA (Investigator) : Nota ini bersifat rahasia, dari Group Legal Bank Mandiri tanggal 25 Oktober 2005. Pada Nota bernomor CHC.LG/LIT.095/2005 ini, ditandatangani oleh Kepala Group Legal Ridzki Junaidi.

Sumber Investigator di Bank Mandiri menceritakan, Ridzki adalah orang kepercayaan Agus Marto. Di tangan Ridzki pula, semua dokumen soal likuidasi Bank Merincorp disimpan.

Yang menarik dari Nota yang dokumen aslinya diperoleh Investigator ini, setidaknya dua hal; Pertama, tujuan dari Nota ini, soal Permohonan Biaya Humas Dalam Rangka Hari Raya Keagamaan. Intinya, Group Legal meminta persetujuan Direktur Corporate Secretary, HC & Compliance Bank Mandiri untuk menyetujui memberikan ‘perhatian’ (kata perhatian dalam tanda petik ini, kami kutip sesuai dengan aslinya-red), kepada sejumlah Penyidik Kejaksaan Agung, Mabes Polri, Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jatim, uang sebesar Rp467 juta.

Kedua, –dan ini yang gawat–, pada bagian kiri atas Nota itu tertulis memo begini; ‘Litigasi (bergaris bawah) : Mohon untuk segera diproses dan didistribusikan dengan baik dalam minggu ini (kata minggu ini diberi garis bawah tebal dan dobel). Upayakan hari Kamis sudah done.’

Selanjutnya catatan Memo itu menambahkan pula hal terkait likuidasi Bank Merincorp, begini; ‘Khusus team Merincorp, untuk distribusi, dihold & bicarakan.’

Kutipan akhir pada memo ini menunjukkan bahwa, Bank Mandiri tidak hanya ‘membereskan’ kasus likuidasi Bank Merincorp secara administrasi. Tetapi juga, patut diduga kuat, melakukan ‘pemberesan’ terhadap para penyidik di sejumlah institusi hukum.

Sebagai catatan, riset yang dilakukan Investigator menunjukkan bahwa dua bulan sebelum aliran dana itu menggelontor, Kejaksaan Agung sedang giat mengungkap kasus likuidasi Bank Merincorp.

Robby Melempar
Lalu, apa tanggapan Robby Djohan, sebagai orang yang paling banyak terlibat dalam skandal ini? Kepada Investigator, Robby selalu menghindar. Tiga kali menghubungi telpon rumahnya, hanya seorang perempuan yang menerima. Seolah sudah disetel, perempuan itu selalu menjawab,”Bapak keluar.”

Begitupun ketika Investigator menyambangi kantornya di lantai 25 Graha Niaga. Sekretaris Robby hanya meminta Investigator meninggalkan pertanyaan dan alamat kontak. Setelah sejumlah pertanyaan Investigator kirim, selang dua minggu, Robby tidak juga membalas surat itu.

Akhirnya, melalui sambungan telpon, Robby mau menjawab, meski dengan ogah-ogahan. Itu terjadi pada 5 Mei 2008 pukul 07.00. Jawab Robby,”Saya tidak ingat itu sudah sepuluh tahun yang lalu.”

Telepon kemudian terputus. Setelah beberapa saat tersambung lagi, Robby menyatakan,”Sebaiknya anda bicara saja dengan Agus Martowardojo. Dia kan yang masih di sana. Jadi masih berhubungan dengan Bank Mandiri.”

Tapi kami perlu penjelasan resmi anda? Robby hanya berujar begini; “Tanyakan saja pada PR (Public Relation) Bank Mandiri. Saya tidak tahu perkembangannya, apakah masalah Bank Merincorp itu sudah selesai atau belum atau masih digantung,” ujar Robby sambil menutup Telpon.

Agus Panik
Memburu Agus Martowardojo dalam kasus Bank Merincorp, laiknya perburuan seru. Ini terjadi karena, semua pihak yang terkait dengan kasus ini mengunci rapat bibirnya.

Head Corporate Secretary Bank Mandiri Mansyur Nasution juga idem dito. Tiga kali dicegat, Mansyur tiba-tiba menjadi pejabat yang super sibuk. Biasanya Mansyur begitu ramah dengan wartawan.

Dalam satu acara konferensi pers yang digelar manajemen Bank Mandiri, kepada Investigator, Mansyur hanya menyatakan,”Wah..Saya sibuk.” Minggu depannya, setelah dicegat kembali, Mansyur meminta agar Investigator mengirim daftar pertanyaan kepada Humas Bank Mandiri. Dua minggu setelah daftar pertanyaan dikirim, Mansyur tidak juga menggubris semua hal yang ditanyakan.

Begitupun Agus Marto. Dua kali dicegat di kantornya, dengan bergegas Agus hanya menyatakan,”Hubungi humas. Saya ada acara,” katanya sambil berlalu ke mobilnya.

Investigator akhirnya berhasil mencegat Agus pada 8 Mei 2008 di Jakarta Convention Center. Saat itu sedang berlangsung The Asia Pasific Conference And Exhibition (Apconex) 2008. Acara ini digelar Perbanas.

Agus meski bersedia meladeni reporter Investigator Tri Wibiyanto, pada akhirnya hanya emosi yang meledak di depan publik. Saat itu, Agus sedang berbincang dengan Sigit Pramono, mantan Dirut BNI.

Investigator pun menyalami Agus –Ia menjabatnya dengan lemah–, ”Ini soal likuidasi Bank Merincorp pak,”Sergah Investigator. Raut muka Agus langsung meregang. Memerah. Agus hanya diam. Sementara matanya tajam menatap ke sekeliling. ”Saya sudah mengirim surat kepada Bapak tapi belum ditanggapi.”

Agus rupanya gusar. ”Siapa anda!,” kata Agus sambil berbalik dan bergegas keluar. Nada bicara Agus meninggi. Investigator tidak mau kalah sigap. Agus terus dipepet. Sikut Agus bergerak mendorong. Benturan fisik tak terhindarkan.

Agus mengelak keras. Tapi Investigator terus memepetnya.”Ehh..Saya terima surat itu banyak, mana saya tahu surat dari anda!” Agus terus nyerocos. ”Bapak jelaskan saja kasus Merincorp. Kenapa anda ambil alih saham Sumitomo.”

Wajah Agus makin meregang. Semakin memerah. ”Anda ini siapa! …Anda ini Siapa,” tanya Agus ketus. “Sumber kami menyebutkan, Anda dapat untung banyak dari kasus ini?”

Atas pertanyaan itu, Agus tidak menjawab. Tapi malah menantang. Katanya,”Kalau mau tulis, tulis saja!” Agus menegaskan itu dengan mata melotot. Tajam, sebelum masuk ke mobil Alphardnya, sambil membanting pintu.

Iskandar, Humas Bank Mandiri yang menyaksikan kejadian itu, kemudian berujar,”Sudahlah mas. Tadi kan dia ngomong kalau mau tulis ya tulis saja.”

Robby Djohan dan Agus Martowardojo, selama ini sebenarnya dikenal luas sebagai pejabat publik yang ramah terhadap media. Dalam banyak acara Bank Mandiri, keduanya selalu akrab dengan jurnalis yang hadir.

Tapi dalam banyak kesempatan pula, tiap kali keduanya ditanya soal skandal Merincorp, sikap yang muncul sangat kontras. Bisa jadi, skandal ini bagi keduanya adalah ‘cacat’ yang bakal menghantuinya seumur hidup.

Langkah mereka dalam skandal ini memang susah dinalar. Sebagai bankir profesional, berprestasi sebagai CEO bertangan dingin, tapi saat menangani Bank Merincorp, keduanya seperti bankir amatiran yang mengabaikan prinsip profesionalisme dan mengabaikan aspek risiko.

Istana Tahu
Lalu, bagaimana ‘Istana’ tahu persis soal skandal ini? Dan kenapa SBY JK tetap nekat mencalonkan Agus Martowardojo sebagai calon Gubernur Bank Indonesia?