Friday, January 16, 2009

Likuidasi Bank Merincorp

Oleh: GE Soewarno
Kontributor: Tri Wibiyanto, Oji, Iman

JAKARTA (Investigator) : Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebenarnya begitu serius mengkaji soal skandal Bank Merincorp. Kajian dilakukan hampir satu tahun, setelah satu Tim diterjunkan untuk mengkaji soal ini.

Dari kajian itulah, BPK kemudian menyimpulkan bahwa potensi kerugian akibat likuidasi salah arah ini mencapai Rp1 triliun. Lembaga di bawah kepemimpinan Anwar Nasution ini juga secara detil mengkaji aspek hukumnya. Seperti apa kajian yang dilaku, berikut penjelasannya;

Setelah posisi CAR Bank Merincorp minus 22,7%, BPK menilai sebagian besar kredit Bank Merincorp sebesar Rp337 miliar dalam posisi macet. Kemudian saat Bank Exim mengambil alih 26% saham Merincorp milik Sumitomo dan hanya dibeli dengan harga US$1, Bank Exim pada saat itu menanggung risiko atas Bank Merincorp yang dalam keadaan sakit.

Langkah konyol lainnya, masih menurut kajian BPK adalah soal pinjaman Sumitomo kepada Bank Merincorp sebesar US$30 juta, dialihkan ke Bank Exim. Ini artinya, Bank Exim kemudian memiliki kewajiban kepada Sumitomo sebesar US$30 juta. Hal ini, menurut BPK, mestinya tidak perlu terjadi. Karena Sumitomo kemudian terhindar dari tanggung jawab akibat kondisi Bank Merincorp yang sakit. Dan ini merugikan Bank Exim/Mandiri.

Bank Sumitomo, menurut BPK mendapat keuntungan berganda. Pertama , US$30 juta akibat Bank Exim mengambil alih potensi kerugian yang mestinya ditanggung Bank asal Jepang itu. Kedua, Risiko macet placement Bank Exim di Bank Merincorp sebesar Rp229 miliar dan US$40 juta. Dan ketiga, membayar kewajiban Bank Merincorp kepada pihak ketiga sebesar Rp163 miliar.

Begitupun ketika terjadi konversi Bank Exim menjadi modal kerja Bank Merincorp. BPK menilai, langkah itu melanggar Pasal 2 dan pasal 3 UU No. 3 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2000 tentang Tindak Pidana Korupsi. Karena, menggunakan aset Negara di luar kewenangan.

Kebijakan ini, menurut BPK, juga melanggar prosedur. Karena tanpa izin dari pemegang saham. Dan ini menguntungkan Bank Sumitomo.

Begitupun soal Money Market Bank Exim kepada Bank Merincorp sebesar Rp299 miliar, dan pinjaman valas Bank Exim kepada Bank Merincorp sebesar US$40 juta, menjadi modal Bank Merincorp, yang saat itu dalam keadaan bangkrut. Akibatnya Bank Exim setidaknya mengalami kerugian sebesar Rp299 miliar dan US$40 Juta.

Hal yang sama, menurut BPK juga terjadi akibat novasi atau pengambil alihan US$30 juta hutang Bank Merincorp kepada Sumitomo. Mestinya, masalah ini menjadi risiko Bank Sumitomo. Tapi malah diambil alih oleh Bank Exim.

Dari serangkaian transaksi tidak sehat itu, Bank Sumitomo mendapat keuntungan langsung sebesar US$30 juta dan keuntungan tidak langsung sebesar Rp80,7 miliar dan US$10,8 juta, akibat terhindar dari potensi kerugian yang sudah diambil alih oleh Bank Exim/Mandiri.

Keuntungan lain, menurut BPK, Bank Sumitomo menggunakan aset Bank Exim sebesar Rp299 miliar dan US$40 juta. Kebijakan ini jelas BPK telah melanggar prosedur penggunaan aset bank, melanggar kewenangan komisaris dan direksi.

Soal novasi sebesar US$30 juta, menurut BPK, telah melanggar prosedur untuk membuat hutang kepada pihak ketiga untuk kepentigan khusus. Sementara soal pemberian kredit kepada Bank Merincorp oleh Bank Mandiri, di samping melanggar prosedur bank, juga melanggar prinsip kehati-hatian dan BMPK.

Semua kelalaian itu, jelas BPK, telah melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU No 3 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2000 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Ketua BPK Anwar Nasution kepada Investigator, melalui sambungan telpon membenarkan audit BPK terhadap kasus likuidasi Bank Merincorp. ”Tugas BPK mengaudit. Proses hukum selanjutnya, kita serahkan kepada yang berwenang,” jelasnya.

Bisnis Biasa
Sementara itu analis finansial dari Insight Investment Manajement Iggi H Achsien menyatakan belum tentu pada likuidasi Bank Merincorp terjadi pelanggaran hukum. ”Bisa jadi, kerugian yang muncul akibat prosedur bisnis biasa. Kalau ini yang terjadi, maka keputusan manajemen tidak bisa diproses secara hukum,” jelasnya.

Menurut Iggi, potensi kerugian dalam proses likuidasi Bank Merincorp tidak sampai Rp1 triliun. Dalam hitungannya, potensi kerugian itu hanya US$30 juta, minus US$6,1 juta, minus recovery dari penagihan aset, baik loan maupun non loan.

Di tempat terpisah, Direktur Utama CBC Denny Daruri meminta agar penyidik juga mengusut kredit macet di Bank Merincorp. ”Harus dilihat siapa yang ngemplang kredit itu. Dia juga harus bertanggung jawab,” katanya.

Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil ketika dimintai tanggapannya soal ini menyatakan mendukung agar kasus ini dituntaskan secara hukum. ”Ini bagian dari menegakkan good corporate governance,” katanya.

Masalahnya, kalau kasus korupsi ini begitu gamblang merugikan negara, kenapa Kejaksaan Agung masih bungkam? Usulan Denny Daruri agar KPK ambil alih kasus ini menjadi sangat relevan. Kita tunggu langkah berani KPK…

Ditulis dalam Skandal Likuiditas Bank Merincorp