Friday, January 16, 2009

(merincorp) Kerugian Negara

Oleh : GE Soewarno
Kontributor: Tri Wibiyanto, Oji, Iman

JAKARTA (Investigator) : Lalu, di mana keterlibatan Agus Martowardojo dalam skandal ini? Begini ceritanya; Pada 23 April 1999, pemegang saham Bank Merincorp memenuhi janjinya untuk menyetor modal.

Saat itu, Direktur Utama Bank Exim Agus Martowardojo, Direktur Heru R. Azimada, Komisaris Utama Bank Exim Robby Djohan dan Komisaris Binhadi, telah menandatangani surat No Direksi/089/Rhs. Surat yang ditujukan kepada Direksi Bank Merincorp, berisi soal setoran modal sebesar Rp648,53 miliar.

Setoran itu dilakukan melalui tiga skim. Pertama, konversi money market Bank Exim untuk bantuan likuiditas Bank Merincorp pada 23 April 1999 sebesar Rp299 miliar. Penempatan Bank Exim ini telah dilakukan pada tanggal 23 April 1999, berupa Bilyet Giro BI No. GA733796 untuk kredit rekening Bank Merincorp di BI, rekening No. 522.946.000.

Kedua, konversi dari pinjaman valas antar bank di Bank Merincorp yang termasuk dalam Surat Sanggup No.M52.906160 sebesar US$40 juta dengan kurs Rp8.700 atau ekuivalen sebesar Rp 348 miliar. Ketiga, konversi dari Pinjaman ex sub loan yang termasuk dalam Surat Sanggup No.52.906308 sebesar Rp1,53 miliar.

***Mulai Runyam***
Kasus ini mulai runyam, ketika tiba-tiba Sumitomo ogah menyetor modal ke Bank Merincorp. Dan terjadi deal-deal yang tidak masuk akal antara Robby Djohan dan Yasuyuki Kimoto, Director and General Manager International Planing Departement Sumitomo Bank Limited, di Manila.

Dan pada tanggal 26 Mei 1999, Bank Exim kemudian menerbitkan surat No DIREKSI/231. Surat yang ditandatangani oleh Direktur Utama Bank Exim Agus Martowardojo dan Direktur Heru R Azimada ini, kemudian dikirim ke pihak Sumitomo. Surat yang merupakan respon hasil pertemuan Robby dengan pihak Sumitomo ini berisi rencana restrukturisasi Bank Exim terhadap Bank Merincorp.

Pertemuan antara Agus Marto dan Sumitomo kembali digelar di Manila. Dan pertemuan itulah yang memicu terjadinya serentetan skandal likuidasi Bank Merincorp. Karena, hasil pertemuan itu memutuskan hal-hal krusial.

Keputusan itu; Pertama, untuk dapat memenuhi CAR 4% sesuai dengan kondisi terakhir Bank Merincorp, Bank Exim menyetujui untuk melakukan setoran modal sebesar Rp648,53 miliar dengan melalui tiga skim dan sudah dijalankan sejak 23 April 1999.

Kedua, secara mengejutkan, Bank Exim mengambil alih 26% saham Sumitomo di Bank Merincorp dan membelinya dengan harga super murah hanya US$1. Ketiga, –dan ini langkah yang mengundang banyak tanya–, pinjaman dari Sumitomo kepada Bank Merincorp sebesar US$30 juta dialihkan menjadi pinjaman Sumitomo kepada Bank Exim.

***Langkah Restrukturisasi***
Sejak pengalihan itu, dan Bank Exim kemudian melebur bersama beberapa bank lain menjadi Bank Mandiri, langkah restrukturisasi Bank Mandiri pun digelar.

Setelah bergabung menjadi Bank Mandiri, RUPS Bank Exim memberikan persetujuan untuk mengalihkan penyerahan atas sebagian asset selain kredit (non loan asset) milik perseroan, dengan cara; Pertama, dalam bentuk tanah/bangunan asset diserahkan kepada PT Pengelola Harta Tetap Mandiri. Sementara dalam bentuk penyertaan modal saham Perseroan di beberapa perusahaan, pengelolaan asset diserahkan kepada PT Pengelola Investama Mandiri (PIM). Bank Merincorp menjadi salah satu asset yang dikelola PT PIM.

Dalam lampiran Perjanjian Pengalihan Penyertaan Saham hasil notulen RUPS, di sana dibahas soal Bank Merincorp. Di mana tercatat jumlah angka cadangan di Bank Exim sebesar Rp648,5 miliar. Angka cadangan itu digunakan untuk menutup net tangible asset, yang dalam book value telah diperhitungkan nilainya menjadi nol.

Sementara itu, novasi kredit sebesar US$30 juta yang telah ditandatangani dan berlaku efektif 27 September 1999, ternyata tidak langsung dibarengi dengan perjanjian kredit pembelian fasilitas kredit kepada Bank Merincorp. Sehingga hutang Bank Mandiri kepada Sumitomo, tidak terbukukan sebagai piutang Bank Mandiri.

Penjelasan ini tertuang dalam nota No.CRF /072-CL/1999 pada 23 Desember 1999 atas rekomendasi Kepala Divisi IB-FI Bank Mandiri Iskandar Zulkarnain dan Kepala Divisi CCC Bank Mandiri Roy A Ilham. (Selengkapnya baca edisi besok, 23 Mei 200 8)

Selanjutnya Panitia Kredit Bank Mandiri yang terdiri dari; SPV Internal Banking Cholil Hasan, EVP Risk Management I Wayan Agus Mertayasa, EVP Finance and International Edwin Gerungan, Chief Credit Officer Agus Martowardojo, Robby Djohan, Dirut dan Komisaris Utama Binhadi, mengesahkan novasi kredit sebesar US$30 Juta tersebut.

Dalam rapat tersebut, Binhadi sempat memberikan catatan dalam penandatanganan nota bahwa pengambilalihan ini melanggar BMPK. Dan pada akhir 2000, manajemen Bank Mandiri, kemudian menghapusbukukan pinjaman oleh Bank Mandiri kepada Bank Merincorp sebesar US$30 juta.

***BPK Bergerak***
Mencium ketidakberesan dalam proses likuidasi Bank Merincorp, BPK pun tidak tinggal diam. Satu tim kemudian diterjunkan untuk mengaudit proses likuidasi ini. Dari hasil audit BPK memaparkan, pengelolaan kredit Bank Mandiri Semester I tahun Anggaran 2003-2004 menyebutkan, novasi hutang Bank Merincorp sebesar US$30 juta kepada Sumitomo tidak sejalan dengan tujuan restrukturisasi dan melanggar AD/ART perseroan.

Dalam pertemuan antara Direksi dan Komisaris Bank Merincorp dan BI pada 3 Juni 2002, karena keuangan Bank Merincorp terus memburuk, BI secara resmi memutuskan bahwa Bank Merincorp berada dalam pengawasan khusus.

Selanjutnya PT PIM selaku pemegang saham Bank Merincorp, mengirim surat ke BI, No DIR/64/2002 tanggal 27 Mei 2002. Surat itu menyatakan bahwa PT PIM tidak dapat memberikan tambahan modal sehingga akan dilakukan self liquidation terhadap Bank Merincorp.

BI kemudian melayangkan surat balasan pada 5 Juli 2002. Surat No 4/86/DPwB2/PwB23 intinya menyetujui rencana PT PIM, dengan syarat; Pertama, mendapat persetujuan dari Bank Mandiri dan Menneg BUMN untuk melaksanakan self liquidation.

Kedua, surat kuasa dari Bank Mandiri kepada PT PIM untuk melaksanakan self liquidation PT Bank Merincorp. Ketiga, surat pernyataan dari Bank Mandiri untuk tetap menjamin penyelesaian permasalahan PT Bank Merincorp baik di bidang Finansial maupun yuridis.

Untuk memenuhi persyaratan BI, direksi Bank Mandiri yang terdiri dari Dirut ECW Neloe dan Direktur I Wayan Pugeg, pada 20 September 2002 telah menandatangani surat No. DIR.HSS/250/2002 yang ditujukan kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Intinya, permohonan untuk melakukan self liquidation Bank Merincorp.

***Semua Dihapus***
Yang menarik, dalam surat tersebut, Direksi Bank Mandiri, menyebut potensi kerugian apabila dilakukan Self Liquidation. Kerugian yang dihitung pada posisi Agustus 2002 itu antara lain; Pertama, berdasarkan kas atau dan setara kas yang tersedia per 31 Agustus 2002 sebesar US$20,19 juta dan Rp5,344 miliar, pinjaman exchange offer US$13,5 juta serta dana masyarakat kurang lebih Rp5,4 miliar dan biaya likuidasi sebesar Rp10,1 miliar. Sedangkan sisanya sebesar US$6,1 juta dapat dipergunakan untuk membayar pinjaman kepada Bank Mandiri.

Sementara itu, dana setoran awal/rekapitalisasi yang dilaksanakan pada 23 April 1999 sebesar Rp648,53 miliar telah dihapus buku sebelum merger. Langkah ini untuk menutup kerugian Bank Merincorp pada saat itu, sehingga tidak menimbulkan kerugian baru bagi Bank Mandiri.

Pinjaman dari Bank Mandiri (novasi) sebesar US$30 juta yang telah dihapus buku di Bank Mandiri pada bulan Desember 2000 dapat segera dibayar sebesar US$6,1 juta sedangkan sisanya kemungkinan tidak dapat terbayar, sehingga sebagian akan menjadi hapus tagih, juga akan diupayakan penagihan kredit intra compatible sebesar Rp295,9 miliar serta kredit extra compatible Rp600 miliar walaupun recovery net-nya cukup rendah.

Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi pada 22 Oktober 2002 dalam surat balasannya No: S-712/M-MBU/2002 kepada Direksi Bank Mandiri menyatakan setuju dengan likuidasi Bank Merincorp, tapi dengan syarat; Pertama, hutang PT Bank Merincorp kepada PT Bank Mandiri (Persero) sebesar US$30 juta perlu diupayakan semaksimal mungkin untuk dapat dikembalikan kepada PT Bank Mandiri melalui cash settlement dan tetap mengupayakan optimalisasi hasil penagihan recovery kredit extra compatible dan intra compatible.

Laksamana juga mensyaratkan, likuidasi harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan UU yang berlaku dan hasilnya harus dilaporkan kepada Menteri BUMN. Dalam perjalanannya, akibat persyaratan yang berat tersebut, hingga kini, likuidasi Bank Merincorp belum bisa dilakukan.

***Kajian Internal***
Kajian Internal yang dilakukan manajemen Bank Mandiri juga menyebutkan langkah restrukturisasi Bank Merincorp banyak menyisakan masalah. Lalu dari mana BPK menghitung kerugian negara yang mencapai Rp1 triliun…..